Bekasi – Pemberitaan
mengenai dugaan pungutan liar (pungli) berupa iuran pengelolaan lingkungan
(IPL) di Cluster Rivertown, Grand Wisata Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi,
menjadi sorotan. Dugaan tersebut melibatkan oknum pengurus RT dan RW dengan
jumlah mencapai ratusan juta rupiah. Kepala Desa Lambang Jaya, Kimblan, saat
dimintai keterangan oleh media, menyatakan bahwa pihak desa tidak mengetahui
hal tersebut.
Kimblan menjelaskan bahwa pengelolaan IPL di wilayah Grand Wisata sepenuhnya
menjadi tanggung jawab internal RT dan RW di masing-masing cluster. Menurutnya,
pihak desa tidak dilibatkan dalam pengelolaan maupun penentuan besaran IPL,
yang diketahui mencapai Rp1.100.000 per rumah.
"Urusan IPL adalah hasil musyawarah internal lingkungan RT dan RW
masing-masing. Desa tidak terlibat dalam pembahasan atau penentuan besaran
iuran tersebut," kata Kimblan saat dikonfirmasi.
Ia menambahkan bahwa pemerintah desa hanya melantik pengurus RT dan RW
berdasarkan hasil pemilihan warga. Namun, terkait IPL, hingga saat ini belum
ada laporan atau ajakan diskusi dari RT dan RW kepada pemerintah desa. Kimblan
berencana memanggil pihak terkait untuk mendiskusikan hal ini lebih lanjut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD)
Kabupaten Bekasi, Rahmat Atong, menjelaskan bahwa pembinaan dan pengawasan
terhadap RT dan RW berada di bawah tanggung jawab kepala desa, dibantu oleh
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Jika desa tidak dapat menyelesaikan
permasalahan, maka hal tersebut dapat diajukan ke tingkat kecamatan atau DPMD.
Salah satu warga Cluster Rivertown mengungkapkan bahwa perilaku oknum RT dan
RW semakin meresahkan. Warga menyoroti tindakan penebangan pohon di lahan
fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) tanpa musyawarah, dengan
alasan pembangunan gedung olahraga. Padahal, lahan tersebut adalah jalur hijau
dekat sungai yang berfungsi sebagai area serapan air.
Kuasa hukum salah satu warga, Harry Pribadi Garfes, S.H., M.H., menanggapi
pernyataan Kades Lambang Jaya yang mengaku tidak mengetahui dugaan pungli ini.
Harry menilai hal tersebut tidak masuk akal, mengingat iuran IPL sudah
berlangsung lama, dan warga sudah mengajukan keluhan sebanyak tiga kali ke RW,
desa, dan kecamatan tanpa tanggapan.
"Kepala desa adalah pembina RT dan RW. Sulit dipercaya jika ia tidak
mengetahui adanya iuran ini. Kami menduga ada pembiaran oleh pemerintah
desa," ujar Harry.
Hingga berita ini diterbitkan, ketua RW setempat, JS, belum memberikan
tanggapan.