Pesimis KPK Periksa Kasus Keluarga Jokowi
Opini oleh
Muslim Arbi – Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
Muslim Arbi
menyoroti keraguan publik terhadap kemampuan dan independensi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan
keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi), seperti dugaan KKN yang melibatkan
Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. Berikut beberapa poin utama dari
opini tersebut:
1. Dugaan Perlindungan Terhadap Keluarga dan Kroni
Penulis
menilai bahwa meskipun Jokowi tidak lagi menjabat sebagai presiden, ia tetap
berupaya melindungi keluarga, menantu, dan lingkaran dekatnya dari proses
hukum. Laporan dugaan gratifikasi oleh Ubaidillah Badrun terhadap Gibran dan
Kaesang dinilai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK.
Bahkan,
kunjungan tokoh bangsa seperti Amien Rais dan Rizal Ramli ke KPK untuk
mempertanyakan kasus ini dinilai tidak membuahkan hasil.
2. Rilis OCCRP dan Posisi Jokowi
Organised
Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) menempatkan Jokowi di urutan
kedua dalam daftar tokoh dunia yang diduga terlibat korupsi dan pelanggaran
HAM. Namun, penulis pesimis KPK akan mengusut laporan tersebut.
3. KPK yang Dinilai Lemah dan Tidak Independen
- Revisi UU KPK: Muslim Arbi mengkritik revisi
UU KPK yang dilakukan di masa pemerintahan Jokowi, yang dianggap
melemahkan lembaga tersebut dengan menempatkannya di bawah pengawasan
Dewan Pengawas yang dibentuk Presiden.
- Ketergantungan pada Polri: Dengan pimpinan KPK berasal
dari perwira aktif Polri, KPK dinilai tidak independen karena institusinya
tetap berada di bawah kendali Kapolri.
Sejumlah
kasus yang dilaporkan ke polisi dan KPK, seperti:
- Dugaan ijazah palsu Jokowi,
yang sudah diuji di pengadilan, namun tidak ditindaklanjuti.
- Dugaan KKN yang melibatkan
keluarga Jokowi.
- Laporan TPUA oleh Eggy Sudjana
terkait kasus fufu-fafa, juga mandek tanpa penjelasan.
Penulis
menilai bahwa ketergantungan KPK pada kepolisian mengakibatkan sejumlah laporan
masyarakat yang melibatkan Jokowi dan keluarganya terhenti.
Penulis
menyarankan bahwa jika Presiden Prabowo Subianto ingin memperbaiki sistem hukum
di Indonesia, maka KPK dan institusi kepolisian harus dibersihkan dari pengaruh
Jokowi.
Penulis juga
menyerukan agar KPK direformasi kembali sesuai semangat anti-KKN dalam
reformasi 1998, mengembalikannya sebagai lembaga independen yang kuat.
Muslim Arbi
menyimpulkan bahwa selama KPK masih dalam kondisi saat ini, rakyat tidak bisa
berharap banyak pada lembaga tersebut untuk menangani kasus-kasus besar,
terutama yang melibatkan Jokowi dan keluarganya. Ia juga mengingatkan bahwa
jika KPK hanya menjadi alat politik, maka rakyat yang membiayai lembaga ini
akan kecewa.