Opini dari
Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
Presiden Joko
Widodo (Jokowi) diduga terkait korupsi, pelanggaran HAM, dan demokrasi selama
masa pemerintahannya.
Revisi UU
KPK: Jokowi
disebut melemahkan independensi KPK melalui revisi Undang-Undang KPK yang
mengubah struktur lembaga menjadi bergantung pada Presiden.
Kasus Tak
Tersentuh: Sejumlah
kasus besar seperti dugaan korupsi dana COVID-19, kasus e-KTP, hingga dugaan
gratifikasi yang melibatkan anggota keluarga Jokowi seperti Gibran dan Kaesang,
dianggap tidak diproses KPK akibat intervensi.
KM 50: Tragedi kematian enam anggota FPI
dinilai tidak diusut tuntas.
Pembubaran
Ormas: Pembubaran
FPI dan HTI dianggap sebagai pelanggaran konstitusi dan HAM.
Penangkapan
Ulama dan Aktivis: Penahanan
sejumlah tokoh seperti Habib Rizieq Shihab dan aktivis lainnya dikritik sebagai
upaya pembungkaman.
Kudeta
Politik: Upaya
mengambil alih Partai Demokrat melalui Moeldoko dan melemahkan Golkar lewat
kasus hukum disebut merusak demokrasi partai.
Penunjukan
Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden dikritik sebagai bentuk
pelanggaran konstitusi dan nepotisme, bertentangan dengan semangat reformasi
1998.
Jokowi
menanggapi rilis dari Organised Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP)
yang menyeret namanya dengan membantah adanya bukti korupsi. Namun, artikel ini
menyebut fakta-fakta di atas sebagai bukti yang sulit dibantah.
Penulis
menganggap bahwa masa pemerintahan Jokowi penuh dengan pelanggaran hukum,
etika, dan moralitas kekuasaan. Ia mengkritik Jokowi atas berbagai kebijakan
yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip keadilan, demokrasi, dan reformasi.
Opini ini
mewakili pandangan penulis