Pasang iklan, promosi atau dukungan, hubungi: redaksi@berita62.my.id
Ummu Amarah, yang dikenal juga sebagai Nusaibah binti Ka'ab al-Anshariyah, adalah salah satu sahabat perempuan Nabi Muhammad SAW yang terkenal karena keberaniannya. Ia berasal dari Bani Mazin An-Najjar dan merupakan istri dari Zaid bin Ashim. Ummu Amarah menjadi simbol keberanian dan pengabdian dalam sejarah Islam.
Salah satu momen yang paling dikenang adalah partisipasinya dalam Perang Uhud. Dalam pertempuran tersebut, ia melindungi Nabi Muhammad SAW dengan keberanian luar biasa, melawan musuh yang menyerang hingga mengalami banyak luka di tubuhnya. Nabi Muhammad SAW memuji keberanian Ummu Amarah dan mendoakan kebaikan baginya serta keluarganya.
Selain di Perang Uhud, Ummu Amarah juga terlibat dalam Perjanjian Aqabah dan beberapa peperangan lainnya, termasuk Perang Yamamah melawan Musailamah al-Kadzab. Keberaniannya menjadi teladan bagi kaum Muslimah dalam pengabdian dan perjuangan di jalan Allah.
Perang Uhud adalah salah satu pertempuran besar yang terjadi pada tahun 625 M (3 H) antara kaum Muslimin dari Madinah dan kaum Quraisy dari Mekah. Pertempuran ini berlangsung di Gunung Uhud, dekat Madinah, dan menjadi pelajaran penting dalam sejarah Islam.
Latar Belakang Perang Uhud
Setelah kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Badar, kaum Quraisy Mekah merasa terhina dan bertekad untuk membalas kekalahan mereka. Dipimpin oleh Abu Sufyan, mereka mengumpulkan pasukan besar yang terdiri dari sekitar 3.000 orang, termasuk pasukan berkuda dan peralatan perang yang lebih lengkap.
Pasukan Muslim
Nabi Muhammad SAW memimpin pasukan Muslim yang berjumlah sekitar 700 orang. Sebelum perang, Nabi menempatkan 50 pemanah di sebuah bukit (bukit Rumat) untuk menjaga bagian belakang pasukan. Beliau menegaskan agar mereka tidak meninggalkan posisi apapun yang terjadi.
Jalannya Perang
Pada awal pertempuran, kaum Muslim berhasil memukul mundur pasukan Quraisy. Namun, ketika kaum Quraisy mulai melarikan diri, sebagian pemanah meninggalkan pos mereka untuk mengambil harta rampasan perang, meskipun telah diingatkan oleh pemimpin mereka, Abdullah bin Jubair.
Kekosongan ini dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid, yang saat itu masih di pihak Quraisy, untuk menyerang dari arah belakang. Serangan balik ini membuat pasukan Muslim terpecah dan mengalami kekalahan.
Peran Nabi Muhammad SAW
Dalam kekacauan, Nabi Muhammad SAW terluka. Beliau tetap tegar di medan perang meskipun gigi beliau patah dan wajahnya berdarah. Sahabat-sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Abu Dujanah, dan Ummu Amarah dengan gagah berani melindungi Nabi.
Hasil Perang
Perang Uhud berakhir dengan kemenangan strategis bagi Quraisy, tetapi mereka tidak berhasil menghancurkan kaum Muslim sepenuhnya. Sebanyak 70 sahabat gugur sebagai syuhada, termasuk paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib, yang jasadnya dimutilasi oleh Hindun binti Utbah sebagai bentuk balas dendam.
Pelajaran dari Perang Uhud
1. Ketaatan kepada pemimpin: Kekalahan terjadi karena sebagian pasukan Muslim tidak mematuhi perintah Nabi untuk tetap di posisi mereka.
2. Kesabaran dalam menghadapi ujian: Meskipun kalah, kaum Muslimin tetap bersabar dan berusaha memperbaiki kesalahan.
3. Keimanan yang teguh: Perang Uhud mengajarkan pentingnya keimanan dalam menghadapi cobaan besar.
Perang Uhud menjadi momen refleksi bagi kaum Muslim untuk memperbaiki strategi dan meningkatkan ketaatan kepada Allah serta Rasul-Nya.