Opini oleh Aendra MEDITA*)
Pemimpin dalam Islam
harus memiliki sifat Siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh
(menyampaikan), dan Fathonah (cerdas). Sifat itu berkaca pada empat sifat
baik yang dimiliki Rasulullah dalam memimpin umatnya. Kedua, pemimpin harus
memiliki visi yang jelasm dengan visi itulah yang nantinya mampu memberi
petunjuk dengan benar.
Ibnu Taimiyyah
menyatakan agama Islam tidak akan bisa tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh
kekuasaan, dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama.
Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan kata Imamah.
Sedangkan kata yang
terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi pemimpin dalam Islam ada delapan
istilah, Imam dalam Surat al-Baqarah 124. Khalifah pada
al-Baqarah: 30. Malik, al-Fatihah : 4, Wali pada al-A’raf :
3. ‘Amir dan Ra’in, Sultan, Rais, dan Ulil ‘amri.
Dari pemikir dunia
yaitu pakar kepemimpinan John C.
Maxwell mengatakan bahwa, “Kepemimpinan merupakan suatu tindakan,
bukan sebuah jabatan, (“A leader is one who knows the way, shows the way, and
goes the way”). Pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki jiwa
kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan adalah sifat manusia yang mempengaruhi dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin yang etis
memiliki pengaruh positif bagi orang-orang yang dipimpinnya,”.
Saya menyimpulkan
bahwa “Pemimpin satu negara, satu tak boleh dua” mencerminkan prinsip kepemimpinan
yang menegaskan bahwa dalam satu negara hanya boleh ada satu pemimpin utama
untuk menjaga stabilitas, otoritas, dan arah kebijakan yang jelas.
Prinsip ini biasanya
berakar pada sistem pemerintahan yang terpusat atau demokrasi yang menetapkan
seorang kepala negara atau kepala pemerintahan sebagai pengambil keputusan
utama. Namun, dalam konteks tertentu, ada juga model kepemimpinan kolektif atau
berbagi kekuasaan, seperti di Swiss atau dalam situasi koalisi pemerintahan.
Secara analisis komunikasi politik
tentang prinsip “satu negara, satu pemimpin” yaitu harus dilakukan dengan
pendekatan strategis berdasarkan konteks politik, sosial, dan budaya negara
yang dimaksud.
Langkah-langkah analisis yang
tepat Pertama pemetaan
konteks dan tantangan politik — Identifikasi situasi politik saat ini– Apakah
ada konflik kepemimpinan, dualisme kekuasaan, atau ketidakstabilan politik yang
memicu perlunya prinsip ini.
Kedua analisis sistem pemerintahan,
sistem negara (presidensial, parlementer, monarki) mendukung prinsip ini,
secara sejarah dan tradisi politik memengaruhi penerimaan publik terhadap ide
ini. Sebagai contoh jika ada dualisme kepemimpinan di tingkat eksekutif atau
legislatif, komunikasikan bahwa prinsip ini diperlukan untuk menghindari
kebuntuan politik. Secara segmentasi siapa yang paling terpengaruh oleh
isu ini (rakyat umum, elit politik, oposisi, atau masyarakat internasional)?
Apakah mereka mendukung, netral,
atau menolak prinsip ini? Sesuaikan narasi untuk membangun dukungan kepada
rakyat, fokuskan pada manfaat konkret seperti stabilitas dan efisiensi. Untuk
para elit politik, tonjolkan perlunya konsolidasi untuk mempercepat kebijakan.
Narasi utama- patut tegas bahwa “satu negara, satu pemimpin” adalah solusi
untuk memperkuat stabilitas nasional, mempercepat pengambilan keputusan, dan
menghindari konflik kepentingan. Contoh di dunia (internasional) (seperti
sistem presidensial AS), dan analogi lokal yang relevan untuk memperkuat pesan.
Sampelnya “Dalam situasi krisis, satu komando adalah kunci untuk mengatasi
tantangan. Seperti halnya nahkoda dalam kapal, kita butuh satu pemimpin yang
memandu bangsa ini menuju tujuan dan pembangunan bangsa yang luhur dan
bermartabat.
Pendekatan
Komunikasi
Pendekan komunikasi publik untuk
menyampaikan manfaat prinsip ini. Dengan pesan dengan nilai-nilai persatuan,
patriotisme, dan tanggung jawab kolektif.
Dukungan pendekan komunikasi politik
ke publik menjelaskan prinsip ini secara sederhana dan menarik sehingga hal ini
akan mempu mengelola kritik dalam –Antisipasi jika ada oposisi– ini adalah
identifikasi argumen yang mungkin muncul, seperti tuduhan otoritarianisme atau
pengabaian prinsip demokrasi. Semuanya harus menjawab semua dengan
berbasis data dan hukum. Bukan ruang terbuka untuk dialog yang libatkan
kelompok masyarakat sipil, akademisi, dan media untuk ruang solusi.
Contoh: Jika dituduh otoriter,
jelaskan bahwa “satu pemimpin” tetap berada dalam kerangka demokrasi dengan
mekanisme pengawasan yang kuat. Bandingan ambil contoh negara yang berhasil
menerapkan prinsip serupa, seperti sistem presidensial di Amerika Serikat atau
Turki, di mana pemimpin tunggal dipilih langsung oleh rakyat. Bandingkan
dengan sejarah politik lokal untuk menemukan contoh relevan yang dapat
mendukung narasi. Nilai pengukuran efektivitas dan monitor respons publik,
survei opini, analisis media, dan pemantauan media sosial untuk menilai sejauh
mana pesan ini diterima. Jika ada resistensi yang signifikan, ubah pendekatan
komunikasi untuk lebih inklusif dan responsif terhadap kritik. Dengan pendekatan
ini, komunikasi politik dapat meminimalkan resistensi dan membangun konsensus
publik terhadap prinsip “satu negara, satu pemimpin.
Beberapa tokoh komunikasi dunia
memiliki pandangan berbeda tentang kepemimpinan politik, termasuk gagasan “satu
negara, satu pemimpin.” Harold
Lasswell: Komunikasi sebagai Propaganda. Pandangan Lasswell menekankan
pentingnya kontrol narasi dalam politik melalui komunikasi massa. Menurutnya,
pemimpin harus dapat menyampaikan pesan yang sederhana, jelas, dan emosional
untuk memengaruhi opini publik.
Gagasan “satu negara, satu pemimpin”
harus dikomunikasikan sebagai solusi untuk stabilitas dan efisiensi, dengan mengontrol
simbol-simbol nasionalisme dan persatuan. “The significant
symbols must be used to align people’s emotions with the leader’s goals.
Marshall
McLuhan: Media
sebagai Perpanjangan Pemimpin. Pandangan McLuhan menekankan bahwa media adalah
alat yang membentuk persepsi masyarakat tentang pemimpin. Dalam dunia modern
kini, citra pemimpin harus dikelola secara efektif melalui media yang mana
relevansi pemimpin tunggal harus memanfaatkan teknologi komunikasi (media,
media sosial) untuk membangun citra sebagai figur pemersatu dan efektif. “The
medium is the message.” artinya cara pesan disampaikan sama pentingnya
dengan isi pesan itu sendiri.
Noam
Chomsky punya
pandangan sekaligus mengkritik bagaimana elit politik sering menggunakan
propaganda untuk memusatkan kekuasaan dengan mengabaikan kepentingan
rakyat. “The general population doesn’t know what’s happening, and it
doesn’t even know that it doesn’t know. pandangan sekaligus mengkritik
bagaimana elit politik sering menggunakan propaganda untuk memusatkan kekuasaan
dengan mengabaikan kepentingan rakyat. Dia menekankan pentingnya partisipasi
masyarakat dalam proses politik. Gagasan “satu negara, satu pemimpin” harus
diawasi agar tidak menjadi alat untuk sentralisasi kekuasaan yang otoriter. Dan
ada mekanisme demokrasi dan transparansi.
Dan satu lagi saya ambil tokoh dunia
Jürgen Habermas pandangannya menekankan pentingnya ruang publik untuk diskusi
dan dialog yang rasional. Kepemimpinan yang efektif membutuhkan partisipasi
masyarakat dalam pengambilan keputusan. Gagasan “satu negara, satu pemimpin”
harus dibangun melalui proses diskursus terbuka, sehingga rakyat merasa
memiliki suara dalam menentukan pemimpin mereka. “The legitimacy of
power lies in its rational justification.”
Pemimpin tunggal dapat dikomunikasikan
sebagai solusi untuk memastikan kebijakan efektif dibuat oleh individu yang
kompeten, tetapi harus tetap mendapat legitimasi publik. Pemimpin tunggal harus
menggunakan pendekatan soft power untuk memenangkan hati rakyat, dengan
menunjukkan integritas, visi yang kuat, dan manfaat nyata bagi rakyat.
Dalam komunikasi politik, prinsip
“satu negara, satu pemimpin” harus dikemas secara strategis agar dapat diterima
dan dipahami secara luas oleh masyarakat tanpa menimbulkan kesalahpahaman atau
kontroversi.
Langkah-langkah yang dapat
diterapkan: Narasi yang Konsisten dan Jelas bertujuan untuk menciptakan
stabilitas, efisiensi, dan arah kebijakan yang jelas. Hindari narasi yang
terkesan otoriter atau anti-pluralisme, fokus pada manfaat untuk kepentingan
publik. Menguatkan Legitimasi Pemimpin yang sah dan baru. Tonjolkan
kualitas kepemimpinan, rekam jejak, dan visi pemimpin untuk memastikan bahwa
rakyat merasa percaya dan mendukung pemimpin tunggal ini. Komunikasikan bahwa
pemimpin tidak hanya mewakili dirinya sendiri, tetapi juga membawa aspirasi dan
kepentingan masyarakat.
Transparansi
dan Akuntabilitas
Pemimpin yang tunggal harus
menunjukkan komitmen untuk transparansi dan keterbukaan dalam mengambil
keputusan, sehingga publik merasa dilibatkan. Pentingnya mekanisme check
and balance, seperti parlemen, media, dan masyarakat sipil, untuk
memastikan tidak ada kekuasaan absolut. Simbol-Simbol Persatuan yang pesannya
disampaikan simbol-simbol persatuan, seperti bendera negara, semboyan nasional,
atau nilai-nilai budaya lokal yang mengedepankan kebersamaan. simbol ini dapat
membangun emosi kolektif bahwa pemimpin tunggal adalah representasi semua
pihak.
Pendekatan Demokratis dan
Dialogis bahwa meskipun pemimpin negara hanya satu, proses pemilihannya
tetap melibatkan partisipasi masyarakat secara demokratis. Publik untuk paham
bahwa “satu negara, satu pemimpin” adalah solusi untuk tantangan tertentu,
seperti mencegah konflik kepentingan atau mempercepat pengambilan keputusan.
Konteks ini dalam artian dengan sebuah peristiwa politik tertentu yang
sedang ada janganlah ada yang curi adegan, tampil dan merasa “rindu tampil”
mungkin tindakan masih belum puas.
Komunikasi politik Pemimpin masih
dalam ruang yang belum 100 hari masih ada bayangan masa transisi harusnya dihapus,
karena kepemimpinan yang Tegas pada pemimpin harus bisa menjawab tantangan masa
lalu dengan realita bukan pada PHP-PHP yang sudah terjadi. Pemimpin masa depan
fokus pada keberlanjutan bahwa bangsa ini harus mandiri dan punya martabat yang
bukan diacak-acak.
Memang merajut kepercayaan di
kondisi yang “terpuruk” perlu strategi pemimpin baru menghadapi warisan lama.
Akhirnya bahwa Satu Negara, Satu
Pemimpin adalah wajib adanya jadi yang sudah jangan selalu merongrong, dan
pengaruhi media bahkan publik, Tak baik demikian itu… Tabik..!!!
*)AENDRA MEDITA adalah
analis komunikasi politik PUSAT KAJIAN KOMUNIKASI POLITIK (PKKPI) Konsentrasi
dalam bidang media dan isu kekinian