Opini oleh Ahmad
Khozinudin, S.H. - Advokat - [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas
Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR]
Kasus pagar laut PIK-2 tidak
boleh dianggap selesai, seiring proses pembongkaran pagar yang dilakukan oleh
TNI AL. Kasus pagar laut ini, harus diungkap sampai dalang dan aktornya
tertangkap.
TNI AL dalam kasus ini lebih tunduk pada
perintah Presiden Prabowo Subianto. Langsung melakukan pencabutan, tanpa banyak
alasan dan dalih.
Sementara institusi Polri dan Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), nampak melakukan pembangkangan. POLRI dan KKP
seperti lebih tunduk pada otoritas lain (oligar/AGUAN dan Jokowi), ketimbang
menjalankan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
POLRI berdalih belum menemukan unsur pidana.
Sedangkan KKP, berdalih ada sejumlah sertifikat yang terbit diatas laut yang
dipagari.
Bocor Alus Tempo, menyampaikan temuan yang
sebenarnya tidak jauh beda dengan hasil investasi dari Tim Mitigasi TA-MOR PTR
(Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat). Menurut TEMPO, ada
sejumlah SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) diatas laut yang dipagari.
Kami juga sudah melakukan penelusuran. Melalui
peta BHUMI ATR BPN, siapapun bisa mengakses dan menemukan fakta adanya sejumlah
SHGB diatas laut, lengkap dengan Nomor HGB dan luasnya.
Fakta tersebut, sejalan dengan temuan lapangan
yang kami peroleh. Kami memperoleh informasi, telah terjadi transaksi jual beli
laut, dari sejumlah individu ke individu lain, dengan bukti alas hak berupa
girik-girik, yang kemudian oleh pembeli diproses menjadi SHGB di BPN. Tanah
dengan SHGB inilah, yang ditampung oleh PIK-2 untuk pengembangan kawasan
industri properti mereka.
Girik-girik yang di transaksikan, melibatkan
aparat Desa. Ada girik-girik usang, yang berada di lokasi lain, tapi dibuat
seolah-olah lokasinya di laut. Adapula, girik-girik yang memang dibuat (aspal)
untuk tujuan ditransaksikan.
Dipasang sejumlah nama fiktif untuk
bertransaksi sebagai penjual. Pembeli lalu mengurus ke BPN, menjadi sertifikat
lalu di tampung oleh PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim.
Contoh kongkritnya adalah apa yang terjadi di
Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Praktik perampasan pantai
dan laut ini melibatkan Desa, Kecamatan, Pemda dan BPN.
Pihak Desa (Kades dan Aparat Desa) membuat
girik-girik fiktif untuk ditransaksikan, yang lokasinya ada di wilayah darat,
pantai dan laut Desa Ketapang. Nama-nama fiktif tersebut seperti: Hj. Afifah
(C.1121), Hengki Chandra (C.875), Siti Hidayah (C.932), H. Ahmad (C.944),
Nasiah (C.1028) , Buang (C.918), Nasir (C.973), Suryam (C. 1981), dan Sahir (C.1982).
Rahmat Sutrisno dan Endang Iskandar, adalah
nama yang terlibat dalam pembuatan girik aspal tersebut. Dua orang ini membuat
C desa dan SPPT atas permintaan Kepala Desa.
Kita juga bisa cek, ada tanah yang diklaim
milik HENGKY CHANDRA Alias AFUK. HENGKY CHANDRA ini, tidak punya tanah di
Desa Ketapang. Tapi sudah melakukan transaksi dengan Agung Sedayu Group (ASG)
karena dibuatkan C Desa oleh Kepala Desa, yang fisiknya ada di bidangan laut
yang saat ini dipagari.
Dari informasi yang kami terima, Pantai dan
Laut yang sudah memiliki alas hak fiktif dan ditransaksikan untuk kepentingan
PIK-2. Jadi ini kejahatan yang luar biasa, Negara harus segera melakukan audit
secara menyeluruh.
Yang kami masih heran, kenapa Ghojali Alias
ENG CUN, Mandor Memet dan Hanafiah Lijaya (orangnya AGUAN), tidak segera
ditangkap? Padahal, orang-orang inilah yang menjadi aktor pagar laut PIK-2,
bukan Nelayan.
Jadi benar kata AGUAN saat wawancara Tempo
beberapa waktu lalu. Dibawah banyak mafia tanah. Tapi perlu ditegaskan, bahwa
tanah hasil rampasan mafia tanah itu ditampung oleh korporasi Aguan. Jadi,
Aguan itu adalah penadah tanah rampasan sekaligus dalangnya.
Kalau Tanah darat, mayoritas dirampas dari
rakyat juga dari fasilitas publik seperti sungai-sungai dan jalan-jalan l.
Kalau di perairan, yang dirampas adalah tanah pantai dan laut.
Masih percaya, NKRI dibawah kendali Prabowo
Subianto? Kalau iya, tangkap Aguan & Anthoni Salim! Agar tidak ada Negara
dalam Negara. Agar NKRA (Negara Kesatuan Republik Aguan/ Anthoni)
bisa segera dienyahkan.